Johnno ; Johnjen – Angan
cw // mcd , angst
“hei kak, how are you feeling today?”
jeno bertanya sembari mencetak senyum indah saat kekasihnyaㅡjohnny, terbangun dari tidur siangnya yang singkat.
“great, i feel energetic.”
jeno terkekeh lembut sambil menggenggam tangan kaku johnny dan menempelkan pada pipinya sendiriㅡmenghangatkan tangan yang tidak pernah bebas dari selang infus.
selalu baik, selalu hebat. selalu tidak pernah lepas senyum.
batin jeno dalam hati, ketika mendengar jawab kekasihnya yang terbujur lemas di kasur rumah sakit berseprai putih itu. johnny selalu kuat, walaupun kanker stadium akhir sudah menggerogoti tubuhnya yang kekar-bugar dan membuatnya rapuh layak kaca, namun johnny sekalipun tidak pernah mengucap lelah, laki-laki nya selalu berusaha merasa baikㅡwalau tidak demikian.
“jen..”
“iya?”
“saya ingin ke taman, ingin lihat oranye matahari terbenam.”
jeno mendesah risau, johnny sudah tahu bahwa dirinya dilarang keluar kamar semenjak kondisinya yang semakin menurun. dokter khawatir sedikit pergerakan juga angin sore dapat membuat johnny kelelahan.
sebab itu rutinitas johnny dan jeno berbagi cerita sambil saling memeluk di taman rumah sakit setiap sore hari, tidak lagi dapat dilakukan terhitung dari dua minggu lalu. jeno mengerti kekasihnya mungkin bosan, namun jeno pun tidak bisa berbuat banyak, ia mengkhawatirkan kondisi kekasihnya.
“kakㅡ”
“please? sekali ini saja. saya janji tidak akan merengek lagi setelahnya.”
“..tapi dokter Kim tidak mengizinkan, kak.”
“sayang, please?”
johnny bukan laki-laki yang gemar mengungkapkan rasa apa lagi frasa cinta, dia laki-laki kaku yang punya prinsip tegas dalam hidupnya. walaupun demikian, jeno tetap mencintai johnny sebab kekasihnya adalah penggambaran dari aksi lebih baik dari kata. maka ketika johnny sudah memohon dengan memanggil sayang, jeno paham johnny sudah putus asa.
“okay, aku akan coba tanya dulu ke suster aria, ya?”
johnny jawab dengan anggukan dan senyum terima kasih, sebelum jeno keluar dari kamar pucat itu. lalu jeno kembali dengan senyum lebar dan mata berbinar yang juga dibalas serupa oleh johnny.
maka disinilah mereka, di taman rumah sakit yang tenang sambil saling merangkulㅡjeno merangkul johnny yang ringkih. johnny menyandarkan kepalanya pada bahu jeno sambil tangan mereka saing menggenggam.
“jeno..”
“ya..?”
johnny mengelus jemari indah jeno dengan jemarinya yang lemah, jeno balas dengan mengecup pucuk rambut johnny berulang kali.
“kamu masih punya mimpi menikah dengan saya?”
jeno terdiam tanpa jawab menahan tangis. jeno takutㅡtakut akan hari esok.
“selalu. aku selalu ingin menikah dengan kakak dan kita akan menikah kak, pasti.”
jeno merasakan johnny semakin menenggelamkan wajah di ceruk lehernya dan sesekali mengecup leher jenjangnya. jeno menitikkan air mata dalam diam saat johnny berbicara dengan suaranya yang tipis.
“saya juga.. saya juga selalu ingin menikah dengan kamu.”
namun itu hanyalah mimpi dan tidak semua mimpi akan terwujud.
begitu juga dengan mimpi johnny yang akan menang melawan kankernya.