Ramen – Jichen / Chenji

Setelah menyetir selama kurang lebih dua puluh lima menit, sang lelaki yang memiliki surai hitam itu keluar dari mobil dengan paper bag ditangannya. Ia kemudian menekan tombol lift untuk naik ke lantai nomor dua belas dan memasukkan password yang nomornya sudah ia hapal di luar kepala.

Saat dirinya masuk netranya menangkap sosok lelaki lain yang sedang menonton televisi dengan volume agak keras, sehingga kemungkinan laki-laki itu tidak mendengar dirinya masuk.

“Bantu aku.”

“Astaga! Kamu nih kebiasaan deh, Le. Pencet bell atau call aku gitu loh.”

Laki-laki yang dipanggil Chenle hanya memutarkan bola matanya malas dan segera pergi ke dapur, selagi dirinya mencuci tangan laki-laki lainnya membantu mengeluarkan barang dalam paper bag yang ia bawa tadi.


“Jisung, kamu mau telurnya satu atau dua?”

“Kamu ikut makan, kan?”

Chenle memecahkan dua butir telur alih-alih menjawab pertanyaan barusan. Laki-laki yang dipanggil Jisung itu hanya memandang Chenle dari meja makan, sebab itulah rules yang Chenle buat ketika dirinya sedang sibuk di dapur.

  1. Jisung tidak boleh masak tanpa pengawasan, kecuali merebus mie instan biasa.
  2. Jisung tidak boleh masuk area dapur jika Chenle tidak membutuhkan bantuannya.
  3. Jisung tidak boleh mengganggu Chenle memasak, dengan contoh; memeluk Chenle dari belakang. Chenle bilang itu sangat berbahaya. Terutama untuk jantung Chenle.

Peraturan itu dibuat bukan tanpa alasan, sebelumnya sudah banyak kejadian yang cukup fatal. Misalnya Jisung yang lupa mematikan kompor saat ia memasak air untuk ramennya, sehingga pancinya gosong dan bolong. Lalu saat Jisung mencoba membantu Chenle dengan memotong bawang namun malah jarinya sendiri yang ia iris. Itu berlebihan, maksudnya, Jisung menggores jarinya dengan pisau.

Kemudian yang terakhir saat tangan Jisung mengenai cipratan minyak saat memeluk Chenle sehingga berakhir dengan gagalnya acara masak-memasak mereka karna Chenle langsung lari membawa Jisung ke rumah sakit, tapi dokter bilang tidak perlu khawatir, kulit Jisung hanya butuh salep untuk meredakan merahnya.

Ramen spesial yang dimaksud Jisung di ruang chat lalu adalah mie rebus instan yang dimasak dengan saus khusus dari bumbu khas China dan ditambah dengan tomat yang dihancurkan dengan halus juga dua butir telur. Chenle sering bereksperimen dengan makanan dan ramen ini adalah salah satu menunya yang berhasil.

Setelah mienya masak, Chenle menyajikannya di mangkuk dan lalu membawanya ke meja makan, Jisung sebelumnya sudah menyiapkan cola kalengan yang sudah ia buka pula tutupnya untuk Chenle.

“Coba dulu, aku lagi dalam keadaan ngantuk, mungkin rasanya sedikit beda.”

Jisung dengan semangat menyumpit mie dan meniupnya sebelum ia kunyah dalam mulut.

“Woaaaahhh, astaga selalu enak!! Udah berapa lama ya aku gak makan ramen ini?”

Chenle tersenyum tipis melihat Jisung lahap, sepertinya Jisung benar-benar kelaparan. Setelah menyesap colanya Chenle pun ikut memakan ramen yang ia buat.

“Aku sebenarnya tadi mau buat sendiri, tapi rasanya pasti beda.”

“No, ingat peraturannya, Jisung!”

“Tadi kamu nolak aku loh?”

“Ya sekarang kan aku dateng!!”

“Kenapa kamu jadinya dateng?”

Chenle hanya diam dan menghindari tatapan Jisung, tidak mungkin kan dia menjawab,

‘Karna kamu panggil aku mas’.

Gengsi.

“Ya karna kamu nanti gak bisa tidur, kalau gak tidur pasti spam aku terus buat aku jadi gak bisa tidur juga, ngerepotin!”

Jisung hanya terkekeh sambil menyengir lebar dan mulai memakan mie nya lagi dengan kimchi.

“Sumpah ini enak bangett. Aku kayaknya mau nangis karna saking enaknya.”

“Nangis aja, kameraku siap kok.”

Mereka lalu bertatapan dengan mata penuh emosi untuk sepersekian detik dan detik selanjutnya tertawa terbahak.