Three Point – Jichen
Sebagai seseorang yang memiliki hobi bermain sepak bola, kaki adalah aset paling berharga, karna jika cedera kaki tidak bisa digunakan selain untuk berjalan.
Maka itulah yang dilakukan Jisung, biasanya sehabis selesai kelas tertentu yang menyisakan banyak waktu untuk kelas berikutnya ia akan mengisinya dengan bermain sepak bola, meskipun dirinya kelelahan belajar namun karna permintaan teman-temannya yang membutuhkan skillnya untuk posisi gelandang, ia akan selalu mengiyakan ajakan itu. Tapi karna cedera malam lalu, ia memutuskan untuk menolak permintaan mereka kali ini.
Sungguh Jisung sangat tidak suka berdiam diri di kamarnya saat kondisi tubuhnya sedang tidak baik, sebab itu akan membuat suasana hatinya semakin memburuk. Jadilah ia memutuskan berjalan santai untuk menunggu waktu sebelum kelas selanjutnya.
Ia berjalan tanpa arah sambil memperhatikan sekitar. Kemudian ia masuk ke dalam gedung lapangan basket indoor. Memutuskan untuk istirahat sejenak sambil memperhatikan tim basket sekolah mereka yang sedang berlatih.
Jisung tidak tahu banyak tentang istilah apa lagi aturan dalam permainan bola basket, ia hanya sedikit paham istilah teknis dasar seperti rebound, dribble, shot, slamdunk, dan three point.
Karna dirinya tidak punya hal untuk dilakukan ia putuskan untuk tetap menonton pertandingan latihan itu. Pada menit pertama dirinya masih fokus mengikuti kemana bola memantul, tapi menit berikutnya matanya terfokus pada seorang pemain dengan nomor punggung angka satu.
Tingginya standar, mungkin bahkan ia sedikit lebih tinggi dari seseorang itu. Rambutnya yang berwarna putih semakin membuat kulit putihnya bersinar dan yang paling mengagumkan adalah.. tatapan serius matanya dalam permainan itu. Jisung terus memperhatikan laki-laki itu, bahkan ia dapat merasakan kesungguhan dalam setiap gerakannya dan kemudian shoot!
Pemain dengan nomor punggung angka satu itu berhasil memasukkan bola ke ring lawan dari jarak jauh, sehingga skor yang didapatkan adalah 3 poin dan suara pluit terdengar menandakan permainan usai dimenangkan oleh tim laki-laki itu.
“Wah Chenle! Permainanmu semakin baik! Kamu harus mempertahankannya!”
Jisung mendengar perkataan dari yang ia duga sebagai pelatih. Chenle.. seseorang yang saat ini terkekeh manis dengan keringat mengucur dari dahinya. Jisung tanpa sadar berdiri untuk memperhatikan lebih jelas seorang Chenle, lalu tiba-tiba Chenle membalikkan badan dan netra mereka bersiborok. Jisung yang menunduk dan Chenle yang sedikit menengadah ke arah tempat duduk penonton.
Dalam sepersekian sekon waktu seolah berhenti, bunga-bunga seakan bertebaran dan dunia hanyalah milik mereka berdua. Jisung tersadar detik itu juga, bahwa dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Jisung memberikan senyum terbaiknya dan juga tepuk tangan sebagai apresiasi, dalam hati membatin, kamu bukan hanya berhasil mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam ring, namun juga berhasil mencetak cinta dalam hati.